Kamis, 28 Oktober 2010

KEBERANIAN MENUNJUKKAN KESALAHAN (II SAMUEL 12 :1-13 )


TUHAN mengutus Natan kepada Daud. Ia datang kepada Daud dan berkata kepadanya: "Ada dua orang dalam suatu kota: yang seorang kaya, yang lain miskin. Si kaya mempunyai sangat banyak kambing domba dan lembu sapi; si miskin tidak mempunyai apa-apa, selain dari seekor anak domba betina yang kecil, yang dibeli dan dipeliharanya. Anak domba itu menjadi besar padanya bersama-sama dengan anak-anaknya, makan dari suapnya dan minum dari pialanya dan tidur di pangkuannya, seperti seorang anak perempuan baginya. Pada suatu waktu orang kaya itu mendapat tamu; dan ia merasa sayang mengambil seekor dari kambing dombanya atau lembunya untuk memasaknya bagi pengembara yang datang kepadanya itu. Jadi ia mengambil anak domba betina kepunyaan si miskin itu, dan memasaknya bagi orang yang datang kepadanya itu." Lalu Daud menjadi sangat marah karena orang itu dan ia berkata kepada Natan: "Demi TUHAN yang hidup: orang yang melakukan itu harus dihukum mati. Dan anak domba betina itu harus dibayar gantinya empat kali lipat, karena ia telah melakukan hal itu dan oleh karena ia tidak kenal belas kasihan." Kemudian berkatalah Natan kepada Daud: "Engkaulah orang itu! Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Akulah yang mengurapi engkau menjadi raja atas Israel dan Akulah yang melepaskan engkau dari tangan Saul. Telah Kuberikan isi rumah tuanmu kepadamu, dan isteri-isteri tuanmu ke dalam pangkuanmu. Aku telah memberikan kepadamu kaum Israel dan Yehuda; dan seandainya itu belum cukup, tentu Kutambah lagi ini dan itu kepadamu. Mengapa engkau menghina TUHAN dengan melakukan apa yang jahat di mata-Nya? Uria, orang Het itu, kaubiarkan ditewaskan dengan pedang; isterinya kauambil menjadi isterimu, dan dia sendiri telah kaubiarkan dibunuh oleh pedang bani Amon. Oleh sebab itu, pedang tidak akan menyingkir dari keturunanmu sampai selamanya, karena engkau telah menghina Aku dan mengambil isteri Uria, orang Het itu, untuk menjadi isterimu. Beginilah firman TUHAN: Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang itu akan tidur dengan isteri-isterimu di siang hari. Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan." Lalu berkatalah Daud kepada Natan: "Aku sudah berdosa kepada TUHAN." Dan Natan berkata kepada Daud: "TUHAN telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati.”

            Orang Jawa, atau mereka yang dipengaruhi “budaya Jawa”, sering diasumsikan memiliki kecenderungan bersikap “ewuh pakewuh” ( serba sungkan). Akibatnya, mereka jadi kurang berani untuk berkata-kata secara “apa adanya”. Apalagi kalau itu menyangkut kesalahan pribadi teman sendiri, atau orang yang dikenal. Karenanya kesalahan teman, atau orang yang dikenal, akan cenderung ditutup-tutupi alias tidak akan diungkit-ungkit, khususnya secara langsung di depan orangnya.
            Tetapi ternyata asumsi bahwa yang punya sikap “ewuh pakewuh “ itu  hanya mereka yang dipengaruhi budaya jawa tidak seluruhnya tepat. Rupanya dalam pengaruh budaya manapun, tetap saja ada kecenderungan bahwa mengatakan kesalahan orang lain, baik yang dikenal maupun tidak, merupakan kesulitan. Situasi seperti itu sifatnya dilematis bagi siapa saja. Selain itu ada juga kekawatiran kalau-kalau orang lain itu tersinggung, atau “tidak terima”, kalau kesalahannya diomomgkan.
            Padahal, dalam sebuah komunitas, kesalahan seseorang di dalamnya akan mempengaruhi seluruh bagian. Lebih-lebih  kalau komunitas itu hidup dalam budaya “corporate personality”, seperti umat Israel zaman dulu. Kesalahan  seseorang, (dosa) Akhan misalnya, menyebabkan seluruh komunitas (Israel) dihukum Tuhan. Karena itu, dalam komunitas apapun, termasuk gereja, adanya penyimpangan atau kesalahan  sebaiknya tidak ditutup-tutupi. Kesalahan harus dipercakapkan untuk diperbaiki, apapun konsekuensinya, tapi dengan cara yang searif dan sebijaksana mungkin.
            Nabi Natan seperti terkutif dalam bacaan di atas, menunjukkan bahwa dirinya sebagai nabi Tuhan  berani menyatakan kesalahan, walaupun kesalahan itu dilakukan rajanya sendiri. Tapui Natan menyampaikan teguran itu bukan untuk menghina, mengolok-olok, merendahkan atau menjatuhkan sang raja, melainkan untuk mengembalikan sang raja pada kehidupan yang lebih benar, lebih kudus dan yang lebih berkenan kepada Tuhan. Maksud Natan baik, demikian juga caranya menyampaikan teguran. Melalui kisah perumpamaan yang tepat, Natan membawa Daud kepada kesadaran, dan akhirnya penyesalan, atas kesalah-kesalahannya. Dengan demikian Natan telah menyelamatkan Daud. Daud yang mau bertobat  tidak ( sampai ) dibinasakan Tuhan, walaupun dosanya tetap mendapatkan hukuman.
            Cerita mengenai perselingkuhan Daud dan Betrsyeba beserta pertobatan Daud dan hukuman yang dijatuhkan Tuhan kepadanya, merupakan salah satu kisah kehidupan anak manusia yang paling menarik dalam Alkitab.Kisah ini seringkali dibaca, direnungkan dan direfleksikan dalam berbagai forum persekutuan dan pembinaan. Daud sendiri sebagai pelaku utamanya, sangat “total” terlibat di dalamnya, baik cintanya kepada Betsyeba, pembelaannya bagi anak mereka, maupun penyesalannya yang sungguh-sungguh dan menyentuh perasaan. Kedalaman pergumulan Daud dalam perkara ini, dapat kita lihat dalam Mazmur 51 : sebuah pengakuan dosa yang mengharukan.
            Perselingkuhan Daud dan Betsyeba yang diceritakan dalam pasal 11, terjadi dengan awal yang “sangat kebetulan”.  Pada suatu petang, Daud yang baru bangun tidur siangnya, naik ke sotoh rumah istananya untuk “cari angin”. Tapi, dari atap istananya yang datar itu, Daud tiba-tiba saja melihat seorang wanita yang sedang mandi. Sosok wanita itu elok,dan Daud terpesona. Maka Daud  dengan kekuasaannya memerintahkan agar wanita itu dihadirkan di istana. Daud kemudian terlibat dalam perselingkuhan yang mengakibatkan Betsyeba hamil. Dan untuk menutupi kesalahannya itu, Daud kemudian mengikhtiarkan berbagai cara yang curang, termasuk perencanaan pembunuhan terhadap prajuritnya yang setia. Uria, suami Betsyeba. Rupanya dosa (yang hendak ditutupi), melahirkan dosa lain, yang bisa lebih keji dari dosa yang pertama.
            Pasal 12 ini menceritakan percakapan Natan yang mengunjungi Daud di istananya. Apa yang disampaikan Natan kepada Daud merupakan sikap Tuhan terhadap perbuatan Daud yang tidak terpuji ini. Tetapi, meskipun merupakan perintah Tuhan, Natan tidak menyampaikan tegurannya secara langsung, keras dan kejam, yang bisa memunculkan penyangkalan yang keras kepala. Natan menyampaikan teguran  secara bijaksana, dengan tidak langsung menuduh, melainkan dengan memakai  sebuah cerita perumpamaan (1-4). Natan juga tidak langsung menghakimi, melainkan  “membiarkan” Daud sendiri yang yang menentukan sikap terhadap orang kaya yang kikir  dan jahat dalam cerita perumpamaan tadi(5-6).
Barulah sesudah itu Natan mengatakan hal yang sebenarnya, yaitu bahwa Daudlah yang dimaksudkan oleh cerita tadi (ayat 7 dst). Daud kemudian sadar bahwa ternyata dirinyalah si terdakwa itu, bukan sang hakim.
            Meskipun Daud menyesali perbuatannya, hukuman atas dosanya tetap berlangsung. Daud sendiri tidak dibiasakan Tuhan. Daud diampuni. Tetapi, hukuman Tuhan tetap terjadi. Tak lama kemudian anak pertama yang dilahirkan Betsyeba bagi Daud binasa, meskipun Daud dengan berpuasa dan berdoa sunguh-sungguh memohon keselamatan bagi anaknya. Beberapa anak Daud yang lain,( Abnon,Abasalom,Adonia) mati terbunuh oleh pedang, sebagaumana Daud menyingkirkan Uria juga dengan pedang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar