Kamis, 28 Oktober 2010

“ SATU PERISTIWA, ANEKA AKIBAT”“

“Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak” ( Ibrani 12:6 )  Sakit dan penderitaan adalah  nasib yang melilit semua orang. Setiap orang dikitari olah alam, sesama dan kedagingannya. Semua ini berpotensi menjadi jalan bagi sakit dan penderitaan itu untuk datang menjumpai manusia. Orang Kristen tak terkecuali. Suatu kali seorang pemuda datang kepada pendetanya.  Ia menungkapkan kekecewaannya sebab tidak lulus ujian. Sebelum ujian, saya berdoa dengan tekun. Sayapun hidup saleh. Tetapi mengapa saya sampai tidak lulus ujian ? Iman saya kepada Tuhan betul-betul hilang ! Pemuda ini beranggapan bahwa iman menjaminnya  lulus ujian. Karena itu, kegagalannya lulus ujian dipandang sebagai kegagalan iman. Tuhan yang diimaninya gagal membuatnya lulus. Mari kita bayangkan apa jadinya sekiranya saja jalan pikiran anak muda ini benar. Yang akan terjadi adalah orang tidak akan belajar dan tidak perlu belajar. Menjelang ujian, kelas-kelas akan kosong karena semua siswanya cuma sibuk berdoa plus (mungkin) ber-PA atau ber-PI. Kita tahu apa akibat semua ini ? Bila manusia cuma rajin berdoa tetapi berhenti menimba ilmu, maka berhenti dan hancurlah seluruh peradaban manusia. Juga orang Kristen bisa gagal. Rasa sakit dan penderitaan batin karena kegagalan adalah metode Allah menempa manusia agar mentalnya siaga dan semakin kuat. Orang yang tidak pernah mengalami sakitnya kegagalan, cenderung menjadi manja dan lembek. Tidak tahan  tantangan dan bantingan. Metode pendidikan yang keras, menang tetapi juga efektif.  “Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya, dan Ia menyesah orang yang diakuiNya sebagai anak” (Ibrani 12:6). Sakit dan penderitaan bisa  menimpa siapa saja. Orang baik dan orang jahat. Orang kristen dan bukan. Namun demikian, akibat yang ditimbulkan oleh sakit dan penderitaan itu berbeda dari orang ke orang. Satu peristiwa, aneka akibat. Semua itu tergantung pada sikap internal di dalam diri  masing-masing orang . Benar sekali yang dikatakan orang berikut ini, “Apa yang hidup ini akan lakukan kepada kita – baik atau buruk – tergantung pada apa yang hidup itu dapatkan di dalam diri kita”. Sakit dan penderitaan membuat sebagian orang menjadi pemurung dan uring-uringan. Tetapi pada sebagian orang yang lain justru menjadi tantangan yang menggairahkan kehidupan. Bukan penyebab yang eksternal itulah yang menentukan akibatnya, melainkan sikap kita yang internal. Dalam Kisah para Rasul 5:41 menceritakan kepada kita paradoks yang aneh tapi nyata. Di situ tertulis, “Rasul-rasul itu meninggalkan sidang Mahkamah Agama dengan gembira, karena mereka telah dianggap layak menderita penghinaan oleh karena nama Yesus”. Mereka bergembira, mengapa ? Bukan karena berhasil memenangkan perkara, melainkan karena  “telah dianggap layak menderita”. Duaribu tahun yang lampau, ada tiga kayu salib terpancang di bukit Golgota (Lukas 23:33-43). Satu peristiwa yang sama telah menimpa tiga orang pada saat yang sama. Toh dampaknya berbeda-beda. Pada orang yang satu, sakit dan penderitaan membuat ia mengeluh, menuntut dan mengumpat. Pada orang yang lain, sakit dan penderitaan justru membuatnya mampu merenung serta mengenal dirinya dengan lebih baik. Pada Tuhan kita, kasih dan penderitaan itu dilakoninya sebagai manifestasi ketaatanNya yang mutlak kepada Bapa dan kasihNya yang total kepada manusia.   Sinar matahari yang sama membuat ranting yang satu kering dan luruh, sedangkan ranting yang lain hijau dan tumbuh. Sebab itu yang penting bukanlah apa yang telah menimpa anda, melainkan bagaimana anda menyikapinya ? Itu yang menentukan apa akibatnya bagi anda. Mudah-mudahan ketika listrik padam, kita tidak cuma mengumpat kegelapan, tetapi mulai menyalakan lilin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar