Kamis, 28 Oktober 2010

PENERAPAN KASIH


Mingu ini kita masih berada dalam suasana hari  raya Galungan dan Kuningan, karena itu melalui ruang mimbar ini pertama-tama kami mengucapkan “Selamat Hari Raya Galungan dan Kuningan”  kepada seluruh umat Hindu yang merayakannya.
 Tanda bahwa manusia semakin beradab  adalah bahwa ia semakin  mampu mengasihi. Begitu Pula semakin tinggi peradaban sebuah masyarakat, respek kepada manusia akan menjadi unsur penting dalam sistem politik dan struktur sosialmya, semakin termanifestasi dalam sistem hukumnya dan semakin terasa melalui mekanisme keadilan sosialnya.
            Dalam hidup manusia, ada dua kekuatan pendorang yang paling kuat. Pertama, ‘’Kelaparan’’ alias ‘’perutnya’’ . Kedua ‘’kasih sayang’’ atau ‘’hatinya’’ . Nah, sekarang periksa baik-baik diri masing-masing. Apa pendorong yang paling kuat dalam hidup kita? Perut kita atau hati kita? Kepentingan kita sendiri atau kepentingan bersama semua orang?
            Banyak sekali orang maupun masyarakat yang menata kehidupannya dengan meletakan kepentingan ‘’perutnya’’ sebagai fokus. Seluruh tujuan hidupnya dipahami sebagai bagaimana mempertahankan hidup. Apa akibatnya? Yang bersangkutan justru akan merasa lebih terancam dan semakin rakus.
            Seperti Israel modern sekarang. Negara kecil ini meletakkan eksistensinya sebagai segala-galanya. Karena itu, yang dilakukan adalah terus-menerus berusaha memperluas wilayahnya. Caranya? Apalagi kalau bukan dangan mencaplok wilayah negara lain? Apakah dengan demikian Israel akan merasa lebih aman ? Justru sebaliknya! Ketegangan, permusuhan, dan konflik semakin menjadi-jadi. Itulah akibatnya bila perut ‘’perut’’ dijadikan pusat.
Di dalam rumah tangga, politik maupun bisnis, keadaannya sama saja. Bila kepentingan masing-masing diperlakukan sebagai yang paling utama, dan paling mengemuka, semua akan berusaha “saling mengalahkan” bukan “saling mengalah”.  Konflik  dan penderitaan  yang berkepanjangan mulai menyadarkan manusia bahwa bukan “perut” ( baca : kepentingan masing-masing) yang pantas dijadikan titik pusat kehidupan , melainkan “hati” dan “kasih sayang” (baca : kesejahteraan bersama). Karena itu, dalam politik orang membangun koalisi. Dalam hubungnn internasional, orang membentuk organisasi kerjasama regional. Dalam bisnis, kepentingan  stakeholder  ( kepentingan semua pihak yang terkait), bukan cuma  shareholder  ( kepentingan para pemegang saham atau pemilik saja ) yang menjadi acuan, dan seterusnya. Disadari atau tidak, kasih semakin diakui sebagai kekuatan kunci bagi kesejahteran hidup manusia.
Prinsip meletakkan “perut” di pusat kehidupan, sebenarnya hanya cocok untuk  binatang yang namanya lembu, bukan untuk manusia. Sebab cuma lembulah yang mempergunakan seluruh waktunya  untuk urusan “perut”. Mengunyah dan mengunyah.  Padahal Yesus sebaliknya. Ketika berada di atas kayui salib, Yohanes  19:28 mencatat, “Karena Yesus tahu bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia : Aku haus”. Semua yang penting Ia tuntaskan dulu, baru urusan rasa haus pribadiNya. Sedangkan kita ? Kalau sudah soal “bagi-bagi rezeki” atau “iurusan kantong pribadi” wah…nomor satu.
                                                           
                                                            Denpasar,  29  Nopember 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar