Kamis, 28 Oktober 2010

SABAR DAN MENGUASAI DIRI


Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai  dirinya melebihi orang yang merebut kota” (Amsal 16 : 32).
            Salomo anak Daud,  adalah seorang raja yang berhikmat. Hikmatnya nyata dari kutipan Amsal  pada awal tulisan ini. Untuk dapat mengerti  maksud ayat  di atas, kita perlu mengetahui terlebih dahulu latar belakang kehidupan masyarakat pada masa itu. Menurut catatan sejarah dan didasari penelitian antropologis para ahli mengetahui bahwa kota-kota pada zaman dahulu dikelilingi dengan benteng yang kokoh. Benteng ini dimaksudkan sebagai tameng untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Oleh karena itu ada benteng yang kuat melingkari kota, maka musuh yang hendak merebut kota memerlukan prajurit yang memiliki stamina tinggi, strategi perang yang jitu, senjata perang yang canggih dan kesabaran menanti penghuni kota lengah. Semua itu diperlukan agar pasukan penyerbu dapat mengepung, menyusup dan menyerangnya. Jika mereka berhasil, niscaya panglima perangnya akan disambut sebagai pahlawan.
            Melalui ayat ini, Salomo, selaku raja yang penuh hikmat itu menyatakan bahwa keunggulan manusia bukan terletak pada kekuatan fisiknya melainkan pada penguasaan diri, pada kesabaran menantikan waktu yang tepat untuk mmberikan perlawanan dan memenangkan pertempuran. Kesabaran senantiasa berkaitan dengan waktu. Orang yang sabar dapat membuktikan bahwa dirinya menunggu waktu yang tepat  untuk melakukan sesuatu yang penting pada waktu yang tepat. Homer dalam karyanya yang masyur bercerita tentang kemenangan tentara Yunani yang merebut kota Troya dengan menggunakan sebuah kuda kayu berukuran besar. Kuda kayu  itu ditaruh di depan pintu gerbang kota. Penduduk yang berkerumun dan tertarik pada kuda kayu  tersebut  beramai-ramai menghelanya masuk ke dalam kota. Pada malam harinya sejumlah prajurit yang ternyata bersembunyi di dalam kuda kayu itu keluar. Mereka membuka pintu gerbang kota, sehingga pasukan Yunani yang ada di luar benteng kota  dapat menyerbu masuk ke dalam kota Troya. Begitulah cerita sukses tentara Yunani ! Kesabaran mereka menunggu tibanya malam dan dalam ruang persembunyian yang pengap, menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam merebut kota Troya.
            Apakah seorang yang tidak mampu menguasai diri  dapat menjadi pengayom masyarakat ? Kemungkinannya sangat kecil bahkan hampir mustahil. Menguasai diri berkaitan dengan upaya menahan keinginan dan hawa nafsu angkara murka. Kata orang, menguasai diri lebih sukar daripada menjinakkan binatang buas. Orang yang menguasai diri mengetahui batas kemampuan dan kelemahan lawan, sehingga betindak pada waktu yang tepat. Sebaliknya, tidak mampu menguasai diri akan membuat emosi meledak lewat kata-kata dan tindakan yang tak terkendali. Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal istilah “besar pasak daripada tiang”. Pribahasa ini digunakan untuk menunjuk orang yang tidak mampu menguasai diri di bidang ekonomi.Bila seseorang tidak mampu mengekang nafsu membelanjakan sehingga pengeluarannya lebnih besar daripada pendapatan maka kondisi keuangannya disebut besar pasak daripada tiang.
            Pada masa sulit dan serba tak pasti ini,banyak orang yang kurang sabar menanti karya Tuhan, sehingga mencari pertolongan, entah pada kuasa gaib, kuasa uang, kekuatan fisik, kuasa tahta atau pikiran manusia yang terlepas dari hikmat Allah. Sebagian anggota masyarakat dewasa ini tak mampu menguasai diri, sehingga dengan gampang terprovokasi oleh isu murahan. Upaya memulihkan keadaan dari keterpurukan yang terjadi akibat salah urus pada masa lalu dihadapi dengan sikap kurang sabar. Tindakan main hakim sendiri  berupa membantai pencuri yang tertangkap basah adalah wujud kekurangsabaran menanti proses hukum yang seharusnya  ditempuh. Kendati menindak kejahatan itu pada dasarnya baik dan mulia., namun tindakan main hakim sendiri menunjukkan ketidakmampuan mengendalikan diri. Dengan demikian tindakan itu telah melecehkan wibawa hukum, aparat keamanan dan  lembaga keadilan. Orang yang tak mampu mengausai diri dalam masalah ambisi akan menggunakan cara-cara licik menyingkirkan para pesaingnya supaya dapat merebut jabatan dan bertindak sebagai penguasa. Para pemimpin bangsa  yang tidak sabar, tetapi menggunakan berbagai cara, tak terkecuali yang salah  untuk memperkuat posisinya, akan berakibat buruk.
            Selaku umat beriman  kita dianjurkan untuk sabar  dan menguasai diri dalam setiap keadaan. Rasul Paulus dalam Galatia 5:22 menyebutkan bahwa penguasaan diri merupakan salah satu dari buah karya Roh Kudus dalam kehidupan umat beriman. Kesabaran dan penguasaan diri adalah cara yang paling tepat untuk menanti pemulihan dan perbaikan dari kondisi krisis yang terjadi di Indonesia. Bila kita sabar dan mampu menguasai diri, niscaya kita tidak akan menggunakan cara-cara kekerasan dalam langkah mewujudkan hal-hal yang baik bagi negeri ini. Untuk keperluan itu , kita sebagai umat beriman hendaknya  tekun mendoakan para pemimpin kita dalam upaya memikul tanggungjawab demi kesejahteraan bangsa kita. Para permimpn bangsa dan seuruh rakyat Indonesia  membutuhkan kesabaran dalam proses perbaikan di bidang ekonomi, sosial dan politik. Bila tidak maka situasi akan tambah parah. Dalam hal ini kita semua perlu memperhatikan hikmat Salomo dan belajar untuk menerapkannya pada setiap aspek kehidupan ini.


                                                            Denpasar, 11 Juli  2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar