Kamis, 28 Oktober 2010

MERENUNGKAN KEMBALI MAKNA PERNGORBANAN DIRI YESUS


Masa kesengsaranTuhan Yesus atau yang sekarang disebut Masa Prapaskah merupakan kesempatan yang baik bagi setiap anggota jemaat  untuk merenungkan kembali dan berusaha  menghayati apa yang sudah dilakukan oleh Tuhan Yesus demi dan untuk menyelamatkan kita. Renungan kita berikut didasari oleh bacaan Alkitab yang terdapat dalam  Lukas 22  dengan fokus penekanan pada ayatnya yang ke 44 demikian :”Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa”.
            Apakah yang didoakan oleh Tuhan Yesus di taman Getsemane ? Seorang murid katekisasi memberi jawab demikian ketika pertanyaan ini disampaikan kepadanya : Yesus menyatakan menerima tugas yang diberikan oleh BapaNya kepadaNya, yaitu mati di kayu salib untuk menanggung dosa- dosa umat manusia. Bagi saya jawaban ini baru separuhnya, memang benar di Taman Getsemane itu Yesus menerima tugas dari BapaNya, tetapi juga mengenai Yesus yang bergumul di dalam menerima tugas ini dan pergumulan ini tidak kalah pentingnya dengan penerimaan tugas itu sendiri. Injil Markus dan Lukas begitu tegas memberitahukannya : “ ambillah cawan ini dari padaKu”.
            Di Taman Getsemane Yesus memohon kepada BapaNya agar tugas terberat yang harus dihadapiNya, kiranya dilewatkan atau dibatalkan saja, namun sekaligus juga Ia menyerahkan keputusan ke tangan BapaNya. Kalau boleh, lewatkan……kalau tidak saya terima. Kita sering menggambarkan atau membayangkan kisah sengsara Yesus secara gampang-gampangan dan sambil lalu saja. Yang suka kita pentingkan adalah fakta bahwa Yesus mati di kayu salib, darahNya sudah tertumpah bagi kita, kita sudah ditebus, kita sudah selamat haleluya, habis perkara.
            Orang suka menggambarkan agama Kristen sebagai agama di mana penganut-[enganutnya  selalu sukses-sukses saja, maka gambarannya mengenai Tuhan Yesus demikian juga. Sehingga dapat dimengerti  kalau kisah-kisah  sengsara Tuhan kita  lalu mundur ke belakang ingatan kita dan tidak terkesan apa-apa kepada kita. Sebab siapakah yang suka kepada Tuhan yang menderita ?  Bukankah lebih baik apabila Tuhan kita itu sukses selalu ! Jemaat-jemaat pada masa Gereja yang mula-mula tidak pernah memberitakan bahwa hal menjadi Kristen adalah sukses-sukses  selalu ! Gereja mula-mula justru melihat pada kisah sengsara Yesus Kristus sebagai inspirasi, sebagai kekuatan untuk menghadapi tantangan-tantangan dunia.
            Oleh karena Penebus dan Tuhan mereka sudah menderita, mereka juga rela menderita; oleh karena Tuhan mereka bersedia mengorbankan diri, mereka juga rela mengorbankan diri, kalau perlu sampai mati. Karena itu dapat dimengerti jika di jemaat mula-mula, pergumulan Yesus di Getsemane, sebelum atau menjelang Dia melaksanakan tugasNya sangat berbicara kepada mereka. Bagi mereka Tuhan bukanlah suatu pribadi yang jauh, yang tidak terpengaruh oleh persoalan-persoalan dunia, yang tenang-tenang saja.
            Injil Lukas menegaskan dengan jelas : Ia sangat ketakutan. Ia begitu takut sehingga entah bagaimana, keringatNya menjadi seperti darah. Dalam Injil Yohanes berbahasa Yunani, Yesus berkata : “sekarang jiwaKu takut”. Memang Ia tahu  bahwa Ia akan dipermuliakan, tetapi kesadaran bahwa saat pemuliaan adalah sekaligus juga saat  atau jam kematian membuat Yesus merasa takut. Ia sangat ketakutan, tapi Ia jalan terus. Ia makin sungguh-sungguh berdoa. Siapa yang benar-benar bergumul dengan persoalan yang benar-benar konkrit, doanya juga menjadi benar dan sungguh-sungguh.
            Bagaimana Gereja di zaman modern berdoa ? Bagaimana anak-anak muda berdoa di masa kini ? Di persekutuan-persekutuan doa, misalnya…. Adakah persekutuan-persekutuan doa mengizinkan orang betul-betul membicarakan pergumulannya ? Adakah disitu orang dijinkan mengungkapkan kekawatiran-kekawatirannya. Kesaksian-kesaksian memang baik, tetapi kadang-kadang kesaksian itu dipakai untuk menutupi pergumulan yang sebenarnya. Kesaksian-kesaksian yang “sukses selalu” memang tidak mungkin memasukkan unsur kuatir atau takut ke dalamnya. Di dalam banyak persekutuan doa, Yesus terlalu cepat disodorkan sebagai jawab, padahal pertanyaannya sendiri belum jelas….
            Sehingga tidaklah mengherankan jikalau banyak hal yang diucapkan dalam persekutuan-persekutuan doa sebagai kesaksian, sebenarnya meliputi hal-hal kecil, yang sebetulnya bisa diselesaikan secara wajar dan belum termasuk apa yang biasanya kita golongkan sebagai pergumulan. Beriman tidak berarti tidak takut; takut tidak berarti kurang iman. Beriman itu adalah takut, tetapi jalan terus, percaya pada Tuhan baik diwaktu sukses maupun diwaktu sengsara. Ketika Tuhan kita bergumul mati-matian sampai berkeringat darah, baiklah kita tunduk dan mengambil kekuatan dari penderitaan dan ketakutanNya itu. Selamat memasuki minggu Palmarum.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar