Kamis, 28 Oktober 2010

HIDUP LURUS - MENJAGA HATI ( AMSAL 4:23-27)


“Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.
Buanglah mulut serong dari padamu dan jauhkanlah bibir yang dolak-dalik dari padamu.
Biarlah matamu memandang terus ke depan dan tatapan matamu tetap ke muka.
Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu.
Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan.”

            Sangat sering kita  terkecoh berbicara  mengenai hal yang kelihatannya benar, tetapi sebenarnya salah atau sebaliknya hal yang kita anggap salah padahal benar. Seorang Profesor Etika pernah mengeluarkan teori yang  ia beri nama Etika Situasi. Pendapatnya itu segera menjadi bahan perdebatan dan kontroversi yang hebat. Ia  mengatakan  bahwa yang benar dan yang salah; yang baik dan yang jahat; itu adalah relatif. Tergantung dari situasi. Mengapa ? Karena ukuran benar atau salah serta baik atau jahat menurut etika Kristen adalah kasih.  Dan kasih itu selalu luwes, fleksibel, tergantung situasi. Pada situasi tertentu, kasih menghendaki kita bersikap lembut, mengalah. Tetapi pada situasi yang lain. Kasih justru menghendaki kita bersikap amat keras, tegas, tandas.
            Pandangan ini kelihatannya benar. Hidup jujur, hidup lurus, hidup benar, mesti lihat-lihat situasi ! Jangan sampai mencelakakan diri sendiri !  Pada situasi tertentu, menjilat itu baik bahkan harus, berbuat curang itu tepat. Sebaliknya, jujur, lurus, lugu itu bodoh ! Begitu realitanya. Benar. Tetapi kelihatannya saja benar. Padahal, salah. Apa sebabnya dikatakan salah ? Karena benar dan salah itu mirip pertandingan olah raga. Siapa yang bakal menang dan disebut juara, akan ditentukan di babak  final ! Kalau kita tidak jujur, tidak lurus, curang – bisa saja kita sukses, karier kita melesat, kita jadi kaya raya, kedudukajn menanjak terus. Bisa.
            Mazmur 73: 3-5 berkata, “Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka, mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain”. Tetapi  cuma berlaku dibabak-babak pendahuluan. Sedang di babak final ? Bacalah ayat berikut. “Sampai aku masuk ke dalam tempat kudus Allah, dan memperhatikan kesudahan mereka. Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kutaruh mereka, Kujatuhkan mereka sehingga hancur. Betapa binasa mereka dalam sekejap mata, lenyap, habis oleh karena kedahsyatan !” (Mzm. 73:17-19).
            Hal lain yang sering kita anggap benar tapi sebenarnya salah, adalah anggapan ini : “Pada zaman itu, ya memang masih bisa begitu. Tetapi untuk zaman ini ? Zaman sudah berubah. Sekarang , “zaman edan”,  yang tidak mau ikut-ikutan gila tidak kebagian. Salah sendiri. Ada benarnya. Zaman memang sudah berubah. Berubah hebat. Dalam banyak hal kita harus bersedia berubah, menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
            Jangan katakan : hidup lurus itu hanya mungkin untuk orang zaman dulu, tidak untuk zaman sekarang. Tidak benar ! Kapanpun hidup lurus itu tidak pernah mudah. Zaman dulu , zaman sekarang. Manusia itu lebih suka yang cepat, yang gampang, yang enak- bukan yang benar. Kita menyangka  bahwa tuntutan Tuhan agar kita hidup lurus, jujur, benar itu “ah , teori!” saja. Tidak cocok untuk zaman sekarang, lebih-lebih bagi mereka yang bergerak di bidang bisnis dan politik.
            Tuntutan ini berlaku kapan saja, di mana saja, dalam keadaan apa saja.  Ada situasi-situasi tertentu, di mana hidup lurus itu relatif lebih mudah, dan ada situasi di mana hidup lurus itu nyaris mustahil. Karena itu ada kalanya kita berhasil, ada kalanya kita gagal. Bisa. Tetapi mudah atau sulit, berhasil atau gagal, tuntutan itu tetap berlaku.
Allah tetap tegar pada tuntutanNya, karena Ia yakin betul, inilah satu-satunya jalan yang selamat. Tuntutan Allah itu seperti yang kita baca pada awal tulisan ini adalah “harga pas”.
            Yang mesti lurus itu, pertama-tama, adalah hati. Karena dari situlah seluruh kemauan, kehendak dan keinginan kita diatur. Setalah hati yang kedua adalah mulut. Setelah hati kita punya kemauan, apa yang kita lakukan dengan mulut kita. Kalau mulut kita terus mengatakan, mesti gagal, tidak mungkin berhasil, kemauan yang sudah ada itu, tidak diberi dorongan, malah diperlemah kekuatannya.  Betapa penting apa yang dikatakan oleh mulut, baik kepada diri sendiri, maupun kepada orang lain. Yang ketiga adalah mata (ayat 25). Kalau hati sudah mengatakan tidak mau, mulut juga sudah mengatakan tidak mau, tetapi mata terus berkelana ke kanan dan ke kiri, bahaya.
            Ibu kita Hawa juga begitu. Hatinya mengatakan, “Saya tidak akan makan buah itu” ! Mulutnya juga mengatakan “Tidak mau ah ! Saya tidak boleh makan buah itu !” Tetapi apa yang terjadi, ketika matanya tidak memandang terus ke depan, ketika tatapan matanya tidak tetap ke muka ? Jelas sekarang mata itu penting, karena mata bisa membawa kita kepada macam-macam godaan. Sebab itu realistis doa yang diajarkan Tuhan kita, jangan membawa kami ke dalam pencobaan.
            Yang keempat (ayat 26-27). Kemauan sudah baik, yang kita katakan dengan mulut sudah betul, yang kita lihat dan perhatikan dengan mata juga semuanya sudah benar, kini mulailah melangkah, ayunkan kaki di jalan yang lurus.                          

2 komentar:

  1. Terima kasih. Sungguh memperjelas saya mengerti pasal ini terutama ayat 23-27. Tuhan memberkati

    BalasHapus
  2. Terina kasih atas siraman rohani ini sangat menginspirasi untuk mengambil sebuah keputusan yang benar yaitu Jalan mana yang harus kulalui. Ini adalah sebuah pilihan dalam menjalani
    kehidupan yang seturut kehendak Tuhan Amin

    BalasHapus