Kamis, 28 Oktober 2010

MENGINGAT KEBAIKAN ORANG LAIN

Umumnya prang lebih mudah mengingat hal-hal buruk yang dimiliki orang lain daripada melihat hal-hal baik yang dimiliki orang lain. Ada kebiasaan  masyarakat yang kurang baik yang berkembang diantara kita. Selagi seseorang berkuasa ia akan selalu dilihat dan dianggap baik walaupun belum tentu selamanya orang tersebut baik.  Sebaliknya bila seseorang tidak lagi berkuasa maka ia akan selalu dilihat dan dianggap jahat walaupun belum tentu ia berbuat jahat. Mencari kebaikan seseorang sering tergantung dari derajat kekuasaannya, kekayaannya dan segala predikat yang dilihat pada orang persebut. Maka tidak heran dalam kehidupan masyarakat kita ketika seorang presiden sedang berkuasa maka ia selalu dianggap dan dilihat baik bahkan dianggap sebagai sumber kebaikan (sekalipun ia berlepotan korupsi). Setelah presiden tersebut tidak berkuasa lagi maka dia dianggap dan dilihat jahat dan sumber segala kejahatan (sekalipun ia telah berjasa kepada  bangsanya.).
            Budaya yang berkembang seperti tersebut tadi tidak memungkinkan manusia berdialektika dengan sejarah dari orang lain, baik keberhasilannya maupun kegagalannya. Budaya tersebut juga tidak memampukan manusia untuk mengenang kebaikan manusia lain secara proposional dan fair. Sehingga yang sering terjadi adalah hujat menghujat dan saling menyalahkan satu dengan yang lain. Dan pada akhirnya kita selalu jatuh pada kesalahan yang sama. Sekalipun ada pepatah mengatakan  seekor keledai tidak akan terantuk untuk keduakalinya pada batu yang sama  namun masyarakat dan bangsa kita begitu sering terantuk pada batu yang sama dalam kurun waktu yang singkat.  Akhirnya kemampuan mengenang kebaikan orang lain tidak sekedar romantisme belaka tetapi dapat menjadi sarana untu belajar sejarah secara kritis. Kemampuan belajar sejarah itu akan menolong kita untuk memahami peristiwa dari masa lalu dan belajar dari kegagalan dan keberhasilan seseorang. Kemampuan belajar dari sejarah inilah yang menjadi penting dalam konteks krisis yang sedang dialami oleh bangsa Indonesia.
            Teks Alkiatb dalam II Samuel 1:17-27 bertutur tentang madah ratapan Daud atas kematian Yonatan sahabatnya dan Saul rajanya. Bila Daud meratapi Yonatan sahabatnya masih merupakan hal yang lumrah dalam kehidupan manusia sehari-hari karena Daud adalah sahabat karib Yonatan dan keduanya sudah mengikat janji sebagai saudara (I Sam. 18:1-4 ). Tapi bila Daud meratapi Saul  walaupun rajanya tetapi pernah merencanakan pembunuhan terhadapnya (I Sam 19 : 1-7) ini merupaan  satu keistimewaan dari sikap Daud.
            Daud melihat bahwa kematian Yonatan dan saul  adalah kematian seorang pahlawan Israel. Walaupun saat itu Saul telah ditolak oleh Tuhan (I Sam 15:10-35) dan ia pergi berperang tanpa restu Tuhan tetapi Daud tetap menganggap bahwa kepergian Saul melawan bangsa Filistin merupakan tugas raja Israel  untuk membela negerinya. Daud dapat membedakan antara masalah Saul dengan Tuhannya dan masalah saul sebagai bagian dari bangsa Israel. Bila Tuhan murka terhadap Saul itu adalah urusan pribadi Saul dengan Tuhan dan orang lain tidak perlu ikut campur. Tetapi dalam konteks kebangsaan, kematian Saul adalah kematian seorang pahlawan. Kematiannya tetap harus dilihat sebagai bunga bangsa yang gugur. Terlepas dari persoalan pribadi antara Saul dengan dirinya. Daud tetap menganggap Saul sebagai pahlawan (II Sam 1:19,25).
            Ketika Daud mendengar kabar kematian Saul dan Yonatan ia tidak riang gembira. Sekalipun pada suatu saat Daud pernah akan dibunuh Saul. Daud tidak melihat kematian Saul dan Yonatan sebagai suatu kesempatan untuk bersukacita sebab Saul tidak dianggap musuhnya. Daud tetap menganggap Saul sebagai orang yang telah diurapi Tuhan. Daud mengenang kebaikan Saul dan Yonatan ketika ia mendengar berita kematian Saul.
Daud mengungkapkan bahwa Saul dan Yonatan adalah orang yang ramah, orang yang memiliki ketangkasan dan kekuatan sebagai prajurit.
            Daud mengajak semua orang Israel untuk berkabung atas kematian pahlawan Israel yakni Saul dan Yonatan. Ajakan berkabung dan pengoyakan pakaian Daud sebagai tanda bahwa Daud benar-benar berduka cita tidak sekedar basa-basi belaka. Perkabungan Daud menandatakan bahwa ia tidak mendendam kepada Saul. Memang Saul pernah mau membunuhnya tetapi ia tidak dendam ia tetap kehilangan.
            Dari madah ratapannya kita tahu bahwa Daud mampu melihat kebaikan seseorang secara fair dan obyektif. Kebaikan seseorang harus dilihat secara proporsional dan fair. Daud membuktikan bahwa kebaikan seseorang tidak bisa dihapus begitu saja hanya karena persoalan pribadi, walaupun persoalan pribadi itu merugikan diri kita. Daud mengajarkan kepada kita bahwa dengan belajar sejarah orang lain, dengan mengenang kebaikan orang lain kita dapat bersikap fair dan proposional terhadap seseorang, mampu memilah  antara persoalan pribadi dengan persoalan publik, memberikan penghormatan yang selayaknya kepada mereka yang berjasa. Bila sikap Daud dapat mewujud dalam kehidupan gereja, maka sikap tersebut merupakan sumbangan Kristen yang amat berharga untuk bangsa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar