Kamis, 28 Oktober 2010

TANDA IMAN DAN KASIH


Puncak pengorbanan  Yesus terjadi pada penyaliban. Semua orang zaman itu tahu bahwa itulah hukuman mati paling ngeri dan paling menyiksa. Untuk zaman ini, kita punya kata tepat : hukuman secara biadab.  Yohanes dalam injilnya tidak sampai hati melukiskan seluruh adegan penyiksaan yang Yesus harus tanggung. Cukup dengan melukiskan  bahwa Yesus memikul salibNya lalu dihukum mati diantra para penjahat. Kemudian adegan lain menunjukkan penghinaan para prajurit yang merampas jubahNya. Ia diberi minum anggur asam, dan lambungNya ditikam. Seandainya Dia belum mati menjelang hari sabat, kakiNya akan dipatahkan agar memaksaNya mati. Sungguh kematian yang mengerikan. Itulah yang kita baru saja peringati kemarin dalam hari raya Jumat Agung.
Namun justru ditengah pekatnya penderitaan dan kejahatanlah sinar kemulian anugrah Allah terpancar dengan amat indahnya. Pertama, dalam tiga bahasa yang mewakili dunia pada waktu itu, Yesus diakui sebagai  Raja. Maksud tindakan itu tentu adalah untuk menghina Yesus dan menghina orang Yahudi. Tetapi, ini justru memperlihatan prinsip kerajaan Allah : kekuatan di dalam kelemahan, kemenangan melalui kekalahan, kemuliaan di dalam keaiban tak terperikan. Kedua, kasih tak terperikan. Dapat kita bayangkan betapa hancur hati wanita yang pernah mengandung Yesus. Yesus melupakan penderitaanNya dan memperhatikan penderitaan ibuNya. Sekaligus dalam perhatianNya itu tegas  ucapan dari seorang yang kini berada dalam posisi Juruselamat dunia, juga juru selamat Maria. Ketiga. Puncak dari hukuman tersebut adalah kematian Yesus. Dua hal penting ditegaskan Yohanes dalam Injilnya. Ia berseru, “sudah genap”, llalu menyerahkan nyawaNya : suatu kematian di dalam rencana Allah, kematian yang adalah kemenangan dari hidup, dan kematian dari kematian itu sendiri. Akhirnya, puncak dari kematian Yesus itu adalah bahwa tulang-tulangNya tidak dipatahkan. Kemudian ketilka lambungNya ditusuk, keluarlah air dan darah,  tanda bahwa Dia sunguh sudah mati. Bagian terakhir ini kemudian dipakai Yohanes menjadi lambang bahwa dari kematianNya mengalir air pengudusan dan darah penebusan untuk orang beriman. Apakah tindakan konkrit kita hari ini untuk menunjukkan bahwa hari Jumat Agung kemarin adalah hari kemurahan Tuhan ?  Paling tidak kita bisa mendoaakan dan menunjukkan kasih kepada orang-orang yang memusuhi kita.
Hari ini kita berada dalam sabtu teduh.Kisah  penguburan Yesus oleh Yusuf Arimatea dan Nicodemus seperti yang disaksikan oleh Injil Yohanes 19:38-42 sungguh menyejukkan hati kita. Bila dalam hari-hari sebelum ini kita diperhadapkan pada hingar bingar  suara-suara penuh kebencian dan angkara, kini dalam keteduhan setelah kematian Yesus, kita menyaksikan ungkapan iman dan kasih tak terperikan. Apabila kematianNya adalah dengan cara teramat keji dan nista, kini penguburanNya adalah dengan cara teramat mulia dan terpuji. Ia dikuburkan di dalam kubur yang baru di sebuah taman. Sebelum dikuburkan, mayat Yesus dibalut dengan kain kafan dan diurapi dengan rempah-rempah. Itulah peenghormatan yang Yesus terima sesudah Ia mati.
Yusuf dari Arimatea dan Nicodemus yang melakukan penghormatan tersebut. Keduanya menurut catatan Injil Yohanes, adalah murid-murid yang diam-diam menyembunyikan identitas mereka (38). Ketika Yesus masih hidup tidak pernah mereka memiliki keberanian menyatakan kepercaayaan mereka. Keduanya mungkin adalah tokoh agama atau tokoh masyarakat yang kedudukannya membuat mereka sulit untuk mengaku secara terbuka sebagai pengikut Yesus. Hal ini diisyaratkan oleh kisah Nicodemus yang diam-diam di malam hari datang menjumpai Yesus. Tetapi iman dan kasih tak akan pernah seterusnya dapat disembunyikan dan bersifat rahasia. Justru ketika para murid Yesus yang semasa hidup Yesus berterus terang mengikuti Dia kini bersembunyi dalam ketakutan, kini kedua murid rahasia ini dengan berani meminta kepada Pilatus agar diijinkan menguburkan mayat Yesus. Mereka tidak lagi peduli bahwa kedudukan mereka menjadi taruhan. Mereka tidak merasa bahwa dengan menunjukkan kasih mereka, nyawa mereka terancam. Sekian lama mungkin mereka diam-diam menjadi pengamat dan orang percaya yang mengambil jarak. Kini sesudah kematian Yesus terjadi, hidup Yesus yang telah dicurahkan bagi mereka juga yang akhirnya membangunkan iman dan kasih itu dari persembunyiannya.
Menjadi murid secara diam-diam tidak sama dengan pura-pura bukan murid Yesus. Kekawatiran dan ketakutan yang menyebabkan orang tidak berani terbuka menyaksikan imannya akhirnya akan dikalahkan oleh kesadaran akan besarnya pengorbanan kasih Kristus untuknya. Kasih memainkan peranan yang luar biasa. Maria dan Yohanes dalam kasih mereka kepada Yesus menjadi yang pertama percaya akan kebangkitan Yesus. Kasih membuka mata hati dan pikiran mereka. Menjadi murid Yesus tidak statis, tetapi merupakan proses dalam pengenalan akan Dia. Apakah saudara mengalaminya ?  Selamat hatri raya Paskah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar